Peran Sektor Luar Negeri Pada Perekonomian
Indonesia
Perdagangan Antar Negara
Peranan perdagangan Internasional
pada pembangunan ekonomi
Efek Perdagangan Internasional terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya.
Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan, kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya.
Pertumbuhan ekonomi
menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi
salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa
tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005)
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan
pembangunan. Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi
pertumbuhan adalah perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa
perdagangan dapat menjadi mesin bagi pertumbuhan ( trade as engine of growth,
Salvatore, 2004). Jika aktifitas perdagangan internasional adalah ekspor dan
impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi
motor penggerak bagi pertumbuhan.
Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia
menetapkan kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan
tersebut menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
Ketika perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi langsung, diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004). Ketika terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).
Ketika perdagangan internasional menjadi pokok bahasan, tentunya perpindahan modal antar negara menjadi bagian yang penting juga untuk dipelajari. Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Vernon, perpindahan modal khususnya untuk investasi langsung, diawali dengan adanya perdagangan internasional (Appleyard, 2004). Ketika terjadi perdagangan internasional yang berupa ekspor dan impor, akan memunculkan kemungkinan untuk memindahkan tempat produksi. Peningkatan ukuran pasar yang semakin besar yang ditandai dengan peningkatan impor suatu jenis barang pada suatu negara, akan memunculkan kemungkinan untuk memproduksi barang tersebut di negara importir. Kemungkinan itu didasarkan dengan melihat perbandingan antara biaya produksi di negara eksportir ditambah dengan biaya transportasi dengan biaya yang muncul jika barang tersebut diproduksi di negara importir. Jika biaya produksi di negara eksportir ditambah biaya transportasi lebih besar dari biaya produksi di negara importir, maka investor akan memindahkan lokasi produksinya di negara importir (Appleyard, 2004).
Kebijaksanaan
perdagangan luar negeri dari Pelita ke Pelita berikutnya
Pelita I
Menurut peraturan pemerintah no.16
tahun 1970 kebijakan pemerintah tentang perekonomian membicarakan tentang
penyempurnaan tata niaga ekspor dan impor. Peraturan pemerintah pada bulan
agustus 1971 membahas tentang devaluasi rupiah terhadap dollar amerika dengan
memfokuskan pada beberapa sasaran, yakni kestabilan harga pokok, peningkatan
nilai ekspor, kelancaran impor, penyebaran barang di dalam negeri.
Pelita II
Adapun kebijakan fiskal yang
dilakukan pemerintah dalam pelita II ini adalah dengan melakukan penghapusan
pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing di pasar dunia. Penggalakan PMA
dan PMDN untuk mendorong investasi dalam negeri, yang menghasilakn cadangan
devisa naik dari $ 1,8 milyar menjadi $ 2,58 milyar dan naiknya tabungan
pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522 milyar pada periode pelita II
tersebut. Sedangkan kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah adalah
meningkatkan hasil produksi nasional dan daya saing komoditi ekspor karena
tingkat rata-rat inflasi 34%, resesi dan krisis dunia tahun 1979, serta
penurunan bea masuk impor komoditi bahan dan peningkatan bea masuk komoditi
impor lainnya.
Pelita III
Pelita III ini menitikberatkan pada
sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta menignkatkan industri yang
mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan
Jalur Pemerataan. Inti dari
kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam
suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Pelita IV
Kebijakan Inpres No. 5 tahun 1985, yakni meningkatkan
ekspor non migas dan pengurangan biaya tinggi dengan :
·
Pemberantasan pungli.
·
Mempermudah prosedur kepabeanan.
·
Menghapus dan memberantas biaya siluman.
Paket Kebijakan 25 Oktober 1986 :
deregulasi bidang perdagangan, moneter, dan penanaman modal dengan cara :
·
Penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku
·
Proteksi produksi yang lebih efisien
·
Kebijakan penanaman modal
Paket Kebijakan 15 Januari
1987, yakni peningkatan efisiensi, inovasi, dan produktivitas beberapa sektor
industri (menengah ke atas) guna meningkatkan ekspor non migas, adapun
langkah-langkahnya:
·
Penyempurnaan dan penyederhanaan ketentuan impor
·
Pembebasan dan
keringanan bea masuk
·
Penyempurnaan klasifikasi barang
·
Paket Kebijakan 24 Desember 1987 (PAKDES) adalah
restrukturisasi bidang ekonomi dalam
rangka memperlancar perijinan (deregulasi).
·
Paket 27 Oktober 1988 : kebijakan deregulasi untuk
menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat untuk biaya
pembangunan.
·
Paket Kebijakan 21 November 1988 (PAKNOV) yakni
deregulasi dan debirokratisasi bidang perdagangan dan hubungan laut.
·
Paket Kebijakan 20 Desember 1988 (PAKDES), yakni
kebijakan dibidang keuangan dengan memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan
perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif, juga berisi
mengenai deregulasi dalam hal pendirian perusahaan asuransi.
Pelita V
Menitikberatkan sektor pertanian dan industri untuk
menetapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya;
dan sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor,
industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil
pertanian, serta industri yang dapat mengahsilkan mesin mesin industri.
Diantaranya dengan cara :
·
Mengenakan tarif dan atau kuota
·
Mengawasi pemakaian valuta asing
·
Ekspor : mengurangi pajak komoditi ekspor,
menyederhanakan prosedur ekspor, memberantas pungli dan biaya siluman
·
Menstabilkan harga dan upah di dalam negeri
·
Melakukan devaluasi
Pelita VI
Titik
beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama
pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik
dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Disamping
itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan
pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar
pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah
penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia.
Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus
sukses pembangunan ekonomi.
Pelita VII
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada
sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan
pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya.
Berbagai
hambatan yang dihadapi oleh Indonesia dalam melaksanakan perdagangan antar
negara
Hambatan Perdagangan antar Negara
Adapun bentuk-bentuk hambatan yang selama ini terjadi di antaranya adalah:
Hambatan Tarif Tarif adalah suatu nilai tertentu yang dibebankan kepada suatu
komoditi luar negeri tertentu yang akan memasuki suatu negara (komoditi impor
). Tarif sendiri ditentukan dengan jumlah yang berbeda untuk masing- masing
komoditi impor. Hambatan Quota Quota termasuk jenis hambatan perdagangan luar
negeri yang lazim dan sering diterapkan oleh suatu negara untuk membatasi
masukkan komoditi impor ke negaranya. Quota sendiri dapat diartikan sebagai
tindakan pemerintahan suatu negara dengan menentukan batas maksimal suatu
komoditi impor yang boleh masuk ke negara tersebut. Seperti halnya tariff,
tindakan quota ini tertentu tidak akan menyenangkan bgi negara pengekspornya.
Indonesia sendiri pernah menghadapi
quota impor yang diterapkan oleh system perekonomian amerika. Hambatan dumping.
Meskipun karakteristiknya tidak seperti tariff dan quota, namun dumping sering
menjadi suatu masalah bagi suatu negara dalam proses perdagangan luar
negerinya, seperti yang dialami baru-baru ini dimana industry sepeda Indonesia
di tuduh melakukan politik dumping. Dumping sendiri diartikan sebagai suatu
tindakan dalam menetapkan harga yang lebih murah diluar negeri dibanding harga
didalam negeri untuk produk yang sama Hambatan embargo / sangsi ekonomi Sejarah
membuktikan bahwa suatu negara yang karena tindakannya dianggap melanggar hak
asasi manusia, melanggar wilayah kekuasaan suatu negara, akan menerima atau
dikenakan sanksi ekonomi oleh negara yang lain (PBB). Akibat dari hambatan yang
terakhir ini biasanya lebih buruk dan meluas bagi masyarakat yang terkene
sanksi ekonomi dari pada akibat yang ditimbulkan oleh hambatan-hambatan
perdagangan lainnya.
Perkembangan
neraca pembayaran
Neraca Pembayaran Negera Indonesia
15 Tahun Terakhir Neraca pembayaran (balance of payment) adalah catatan
transaksi antara penduduk suatu negara dengan negara-negara lainnya. Terdapat
2(dua) jenis neraca pembayaran, yaitu : neraca perdagangan dan neraca modal.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi:
Ø
Transaksi debit, yaitu transaksi yang
menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri.
Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan
berkurangnya posisi cadangan devisa.
Ø Transaksi
kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari
luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+),
yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
Situasi neraca pembayaran selama
empat tahun pelaksanaan Repelita V secara umum tetap terkendali dalam
batas-batas yang wajar. Perkembangan neraca pembayaran tersebut sangat
dipengaruhi oleh perkembangan ekspor, impor dan arus modal luar negeri. Sejak
tahun 1988/89 sampai dengan tahun keempat Repelita V nilai ekspor secara
keseluruhan meningkat rata-rata sebesar 15,5% per tahun, dari US$ 19,8 miliar pada
tahun 1988/89 menjadi US$ 35,3 miliar pada tahun 1992/93 (lihat Tabel V-1).
Peningkatan pertumbuhan ini terutama berasal dari laju pertumbuhan ekspor non
migas yang meningkat rata-rata 19,5% per tahun sehingga mencapai US$ 24,8
miliar pada tahun 1992/93. Namun peningkatan laju pertumbuhan ekspor non migas
yang pesat ini tidak dibarengi dengan laju pertumbuhan ekspor minyak bumi dan
gas alam cair. Selama kurun waktu tersebut, ekspor minyak bumi dan gas alam
cair masing-masing hanya meningkat rata-rata sebesar 6,2% dan 11,8% per tahun,
atau masing-masing menjadi sebesar US$ 6,4 miliar dan US$ 4,1 miliar pada tahun
1992/93. Sementara itu, peranan ekspor non migas dalam nilai ekspor keseluruhan
semakin mantap sehingga semakin mampu berperan sebagai sumber penerimaan devisa
utama. Dalam tiga tahun terakhir ini, peranan ekspor non migas dalam nilai
ekspor keseluruhan terus meningkat dari 54,6% pada tahun 1990/91 menjadi 64,0%
pada tahun 1991/92 dan menjadi 70,3 % pada tahun 1992/93.
Peranan kurs valuta asing bagi perekonomian Indonesia
Valuta asing adalah pertukaran mata uang suatu negara terhadap negara
lainnya,sedangkan Kurs adalah Jumlah satuan mata uang yang harus diserahkan
untuk mendapatkan satuan mata uang asing. Jadi kurs valuta asing adalah nilai
pertukaran mata uang suatu negara terhadap mata uang lainnya.
Dalam Transaksi valuta asing terdapat tiga bentuk transaksi, yaitu :
- Spot exchange yaitu, di mana transaksi terjadi dengan pelepasan pada value date, biasanya dua hari kerja setelah transaksi terjadi.
- Foreign exchange yaitu, transaksi yang terjadi dengan pelepasan pada saat tertentu di waktu yang akan datang.
- Swap yaitu, yang merupakan transaksi pembelian dan penjualan secara simultan (terus-menerus) pada tanggal jatuh tempo yang berbeda-beda.
Transaksi valuta
asing dibukukan berdasarkan kurs pada tanggal transaksi dan pada tanggal
neraca, saldo aktiva dan kewajiban dalam valuta asing harus dijabarkan dengan
kurs pada tanggal neraca, dan selisih kurs yang timbul ditampung dalam
perhitungan laba rugi periode
usaha yang bersangkutan. Sedangkan selisih kurs yang terjadi pada saat
transaksi sebagai akibat dari devaluasi atau revaluasi dapat dibebankan atau
dikreditkan baik langsung pada periode berjalan atau ditangguhkan dan
diamortisasi selama beberapa periode.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar