Sabtu, 28 April 2012

TULISAN PEREKONOMIAN INDONESIA


MASIH BANYAK RUMAH KUMUH DI INDONESIA
Bukan perkara mudah mengurangi kawasan dan pemukiman kumuh. Apalagi, dari tahun ke tahun, lingkungan kumuh di perkotaan cenderung meluas. Luas kawasan dan pemukiman kumuh mencapai 54 ribu hektare. Hingga pada 2009, angka itu bertambah menjadi 59 ribu hektare. banyak kendala lainnya untuk menahan laju perluasan pemukiman dan kawasan kumuh. Selain persoalan meningkatnya jumlah penduduk, masalah lainnya adalah semakin mahal dan langkanya pengembangan kawasan perumahan dan pemukiman yang layak.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah bantaran Kali Ciliwung. Dari dari tahun ke tahun, kawasan ini semakin kumuh dan sulit untuk ditata, dalam segi ekonomi dan jelas sekali rumah yang dia tempati dapat dikatakan sebagai aset dan menjadi bagian dari harta benda yang dimiliki. Lalu masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi dan kurang beruntung dalam menempati pemukiman yang layak sangat sulit untuk dikatakan tidak memiliki harta benda, karena tidak semua masyarakat yang susah secara ekonomi tidak memiliki harta, hal itu disebabkan setiap orang memiliki pandangan, pendapat serta ukuran yang berbeda terkait harta. Nilai suatu harta berbeda-beda, maka masyarakat kecil sekalipun memiliki harta yang walaupun bagi orang lain tidak berharga, namun bagi mereka berharga adanya. Harta benda menjadi tolak ukur dari tingkat ekonomi suatu masyarakat dan menjadi indikasi yang menandakan bentuk hunian dan pemukiman masyarakat. Meskipun terdapat penduduk di kota yang bermukim di lingkungan yang dikatakan kumuh namun pengetahuan serta pandangan mereka akan harta benda justru ada dan melekat dalam kehidupan mereka, bahkan menjadi sebuah nilai budaya. Nilai budaya yang terbentuk yang didasari oleh pengetahuan akan harta benda sesuai pandangan masing-masing penduduk yang bermukim. Tidak selamanya kawasan seperti pinggiran sungai dihuni oleh rumah-rumah kumuh malah sebaliknya terdapat bangunan-bangunan megah yang malah berdiri kokoh persis di pinggiran sungai. Untuk itu pemukiman di pinggiran sungai yang tadinya banyak dihuni oleh masyarakat kelas bawah atau masyarakat yang kurang sanggup untuk tinggal di tempat yang lebih baik dan membeli lahan yang berizin, lambat laun justru diisi oleh masyarakat yang bahkan mampu mendirikan rumah yang cukup bagus, seperti bangunannya yang permanen seakan-akan kontras dengan lingkungan dan keadaan sekitarnya yang masih bertetangga dengan rumah-rumah yang sangat sederhana, masih ada yang semi permanen dan non permanen, misalkan saja rumah-rumah seperti pada umumnya. Untuk kota yang sudah padat bangunannya, semakin berkembangnya penduduk yang tinggal di wilayah tersebut dengan segala aspek kehidupannya, yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan kota tidak lagi dapat menampung kegiatan penduduk. Oleh karena wilayah kota secara administratif terbatas, maka harus mengalihkan perhatiannya ke daerah pinggiran.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar