MASIH
BANYAK RUMAH KUMUH DI INDONESIA
Bukan perkara mudah mengurangi kawasan dan pemukiman kumuh.
Apalagi, dari tahun ke tahun, lingkungan kumuh di perkotaan cenderung meluas. Luas
kawasan dan pemukiman kumuh mencapai 54 ribu hektare. Hingga pada 2009, angka
itu bertambah menjadi 59 ribu hektare. banyak kendala lainnya untuk menahan
laju perluasan pemukiman dan kawasan kumuh. Selain persoalan meningkatnya
jumlah penduduk, masalah lainnya adalah semakin mahal dan langkanya
pengembangan kawasan perumahan dan pemukiman yang layak.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah bantaran Kali Ciliwung.
Dari dari tahun ke tahun, kawasan ini semakin kumuh dan sulit untuk ditata, dalam
segi ekonomi dan jelas sekali rumah yang dia tempati dapat dikatakan sebagai
aset dan menjadi bagian dari harta benda yang dimiliki. Lalu masyarakat yang
kurang beruntung secara ekonomi dan kurang beruntung dalam menempati pemukiman
yang layak sangat sulit untuk dikatakan tidak memiliki harta benda, karena
tidak semua masyarakat yang susah secara ekonomi tidak memiliki harta, hal itu
disebabkan setiap orang memiliki pandangan, pendapat serta ukuran yang berbeda
terkait harta. Nilai suatu harta berbeda-beda, maka masyarakat kecil sekalipun
memiliki harta yang walaupun bagi orang lain tidak berharga, namun bagi mereka
berharga adanya. Harta benda menjadi tolak ukur dari tingkat ekonomi suatu
masyarakat dan menjadi indikasi yang menandakan bentuk hunian dan pemukiman
masyarakat. Meskipun terdapat penduduk di kota yang bermukim di lingkungan yang
dikatakan kumuh namun pengetahuan serta pandangan mereka akan harta benda
justru ada dan melekat dalam kehidupan mereka, bahkan menjadi sebuah nilai
budaya. Nilai budaya yang terbentuk yang didasari oleh pengetahuan akan harta
benda sesuai pandangan masing-masing penduduk yang bermukim. Tidak selamanya
kawasan seperti pinggiran sungai dihuni oleh rumah-rumah kumuh malah sebaliknya
terdapat bangunan-bangunan megah yang malah berdiri kokoh persis di pinggiran
sungai. Untuk itu pemukiman di pinggiran sungai yang tadinya banyak dihuni oleh
masyarakat kelas bawah atau masyarakat yang kurang sanggup untuk tinggal di tempat
yang lebih baik dan membeli lahan yang berizin, lambat laun justru diisi oleh
masyarakat yang bahkan mampu mendirikan rumah yang cukup bagus, seperti
bangunannya yang permanen seakan-akan kontras dengan lingkungan dan keadaan
sekitarnya yang masih bertetangga dengan rumah-rumah yang sangat sederhana,
masih ada yang semi permanen dan non permanen, misalkan saja rumah-rumah
seperti pada umumnya. Untuk kota yang sudah padat bangunannya, semakin
berkembangnya penduduk yang tinggal di wilayah tersebut dengan segala aspek
kehidupannya, yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan kota tidak lagi
dapat menampung kegiatan penduduk. Oleh karena wilayah kota secara
administratif terbatas, maka harus mengalihkan perhatiannya ke daerah
pinggiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar